Jumat, 19 Oktober 2012

Kisah Sejarah Islam Hari Raya Idul Adha (Perintah Ber-Qurban)


ASAL MULA TERJADINYA SUMUR ZAM-ZAM DAN IBADAH HAJI YANG DISEBUT SA'I :

 Nabi Ibrahim AS menikah untuk kedua kalinya dengan Siti Hajar, salah seorang Hambasahaya/Budak  yang berakhlak mulia, atas saran dari istrinya Siti Sarah. karena hingga usia tua belum juga dikaruniai seorang anak. Sementara Nabi Ibrahim berharap bisa memiliki keturunan untuk meneruskan dakwahnya. Atas izin Alloh SWT, tidak berapa  lama kemudian Siti Hajar mengandung dan melahirkan seorang putra yang diberi nama Ismail As. Nabi Ibrahim AS sangat senang mendengar berita tersebut. Namun Siti Sarah yang semula menyetujui pernikahan itu, merasa cemburu melihat Siti Hajar dapat memberi suaminya seorang putra. 
“Kenapa bukan aku?” pikirnya.
Setelah kecemburuannya tak tertahankan lagi, ia meminta suaminya untuk mengusir Hajar.
“Suamiku, bawalah Hajar dan anaknya Ismail pergi dari sini, aku tidak tahan melihatnya,” pinta Siti Sarah.
“Tapi, Siti Hajar baru saja melahirkan dan Ismail As masih bayi  tidak kasihankah engkau pada mereka?” tanya Nabi Ibrahim AS.
“Aku tidak dapat menahan kecemburuanku melihat anugerah yang diberikan Alloh SWT pada Siti Hajar, tolonglah bawa mereka pergi jauh-jauh!” Siti Sarah memohon.
Nabi Ibrahim terdiam. Kemudian turunlah wahyu Alloh SWT yang memerintahkannya untuk membawa Siti Hajar dan Ismail ke sebuah gurun pasir yg tidak ada sumber mata air. Maka ia segera menyiapkan perbekalan untuk perjalanan mereka. Esoknya berangkatlah mereka dari Palestina menuju gurun pasir yang tandus.

Berhari-hari mereka mengarungi gurun pasir yang tandus dan terik hingga tibalah mereka di suatu tempat yang sekarang bernama Mekkah. Alloh SWT memerintahkan Nabi Ibrahim untuk meninggalkan Siti Hajar dan Ismail As di gurun pasir  itu.
“Istriku, disinilah aku harus meninggalkan engkau dan Ismail As. Sementara aku harus kembali ke Palestina dan meneruskan dakwahku,” kata Nabi Ibrahim AS.
Mendengar kata-kata suaminya, Hajar menangis karena ketakutan.
“Suamiku tegakah engkau meninggalkan aku dan anakmu yang baru lahir ini di padang tandus tak berpenghuni ini?” tangisnya. “Kemana nantinya aku encari perlindungan?”
“Siti Hajar istriku. Tentu saja berat hatiku meninggalkan kalian berdua di sini. Tapi ini adalah perintah Alloh. Percayalah pada perlindungan-Nya. InsyaAlloh Ia akan selalu menolongmu,” kata Nabi Ibrahim AS.
Siti Hajar segera menyadari tugas suaminya sebagai Nabi, maka dengan ikhlas ia merelakan suaminya untuk kembali ke Palestina.
Nabi Ibrahim AS segera memanjatkan doa, memohon perlindungan Alloh SWT untuk anak dan istrinya, “Ya Alloh lindungilah anak dan istriku dan muliakanlah tanah ini di kemudian hari.”
Kemudian dengan perasaan berat ia berpamitan kepada Siti Hajar dan mencium kening Ismail As.

Sepeninggal Nabi Ibrahim, Siti Hajar terduduk di tengah gurun. Matahari seolah ingin membakar semua makhluk yang ada di bawahnya. Setan yang senang menggoda manusia, membisikkan pikiran-pikiran jahat di hati  Siti Hajar.
“Hai Siti Hajar. Percayakah engkau dengan yang diucapkan suamimu? Alloh SWT tidak mungkin memberikan perintah yang kejam. Itu pastilah akal-akalan suamimu untuk mengusir kalian,” bisiknya.
“Demi Alloh SWT, aku percaya dengan kemuliaan suamiku. Pergilah dari pikiranku!” Siti Hajar berbicara dalam batinnya.
Untuk menentramkan hati, Siti Hajar memanjatkan doa kepada Alloh SWT, “Ya Alloh yang Maha Agung lindungilah hambaMu. Dan berilah hamba ketabahan serta kesabaran yang tinggi.”

Sebentar saja perbekalan mereka habis. Tak ada air yang tersisa. Ismail mulai menangis karena kelaparan dan kehausan. Siti Hajar mencoba menyusuinya, namun tak setetes pun ASInya yang keluar. Ia mulai panik. Ia mencoba memeras kerudungnya, berharap ada keringatnya yang bisa diminum Ismail, tapi keringatnya pun kering. Ia meletakkan putranya di tanah.
Siti Hajar berkata : “Anakku, tunggulah di sini. Ibu akan mencoba mencari air. Mudah-mudahan di bukit itu ada mata airnya,” 

Lalu ia berlari-lari kecil mendaki bukit Shofa hingga ke puncaknya. Alangkah kecewanya ia, karena tidak setetes air pun yang ditemukannya. Dari puncak bukit Shofa ia melihat bahwa di bukit satunya (bukit Marwah) sepertinya ada mata air. Maka ia kembali berlari menuruni bukit Shofa dan mendaki bukit Marwah. Namun ternyata yang dilihatnya hanyalah fatamorgana. Tak ada air di sana. Bukit itu sama tandusnya. Tiba-tiba ia melihat bahwa di bukit Shofa ada mata air.
Segera ia kembali menuju bukit Shofa dan menemukan bukit itu tandus. Ia terus berlari bolak-balik antara Shofadan Marwah hingga tujuh kali. Inilah nantinya yang dalam ibadah haji disebut Sa’i.

siti Hajar sangat kelelahan dan hampir putus asa. Tiba-tiba ia melihat Ismail yang masih menangis, menghentak-hentakkan kakinya ke tanah. Dari hasil hentakkannya itu keluarlah air yang memancar. Siti Hajar segera berlari mendekati anaknya. Air iu memancar deras dan menyebar kemana-mana.
“Zam zam!” kata siti Hajar yang artinya ‘berkumpullah’.
Air itu kemudian berkumpul dan membentuk sebuah genangan yang luas. Dengan gembira Siti Hajar memberi minum putranya hingga kenyang, lalu ia pun minum untuk menghilangkan dahaganya.



ASAL MULA PERINTAH BER-QURBAN :
Sewaktu Nabi Ismail AS mencapai usia remajanya Nabi Ibrahim AS mendapat mimpi bahwa ia harus menyembelih Ismail puteranya. Dan mimpi seorang nabi adalah salah satu dari cara-cara turunnya wahyu Alloh SWT, maka perintah yang diterimanya dalam mimpi itu harus dilaksanakan oleh Nabi Ibrahim. Ia duduk sejurus termenung memikirkan ujian yang maha berat yang ia hadapi. Sebagai seorang ayah yang dikurniai seorang putera yang sejak puluhan tahun diharap-harapkan dan didambakan, seorang putera yang telah mencapai usia di mana jasa-jasanya sudah dapat dimanfaatkan oleh si ayah, seorang putera yang diharapkan menjadi pewarisnya dan penyampung kelangsungan keturunannya, tiba-tiba harus dijadikan qurban dan harus direnggut nyawa oleh tangan si ayah sendiri.
Namun ia sebagai seorang Nabi, pesuruh Alloh dan pembawa  agama yang seharusnya menjadi contoh dan teladan bagi para pengikutnya dalam bertaat kepada Alloh, menjalankan segala perintah-Nya dan menempatkan cintanya kepada Alloh di atas cintanya kepada anak, isteri, harta benda dan lain-lain. Ia harus melaksanakan perintah Alloh yang diwahyukan melalui mimpinya, apa pun yang akan terjadi sebagai akibat pelaksanaan perintah itu.
Sungguh amat berat ujian yang dihadapi oleh Nabi Ibrahim, namun sesuai dengan firman Alloh yang bermaksud: “Alloh lebih mengetahui di mana dan kepada siapa Dia mengamanatkan risalahnya”. Nabi Ibrahim tidak membuang masa lagi, berazam (niat) tetap akan menyembelih Nabi Ismail puteranya sebagai qurban sesuai dengan perintah Alloh yang telah diterimanya. Dan berangkatlah serta merta Nabi Ibrahim menuju ke Makkah untuk menemui dan menyampaikan kepada puteranya apa yang Alloh perintahkan.
Nabi Ismail sebagai anak yang soleh yang sangat taat kepada Alloh dan bakti kepada orang tuanya, ketika diberitahu oleh ayahnya maksud kedatangannya kali ini tanpa ragu-ragu dan berfikir panjang berkata kepada ayahnya:

“Wahai ayahku! Laksanakanlah apa yang telah diperintahkan oleh Alloh SWT kepadamu. Engkau akan menemuiku insyaAlloh sebagai seorang yang sabar dan patuh kepada perintah. Aku hanya meminta dalam melaksanakan perintah Alloh itu, agar ayah mengikatku kuat-kuat supaya aku tidak banyak bergerak sehingga menyusahkan ayah, kedua agar menanggalkan pakaianku supaya tidak terkena darah yang akan menyebabkan berkurangnya pahalaku dan terharunya ibuku bila melihatnya, ketiga tajamkanlah pedangmu dan percepatkanlah perlaksanaan penyembelihan agar meringankan penderitaan dan rasa pedihku, keempat dan yang terakhir sampaikanlah salamku kepada ibuku berikanlah kepadanya pakaian ku ini untuk menjadi penghiburnya dalam kesedihan dan tanda mata serta kenang-kenangan baginya dari putera tunggalnya.”

Kemudian dipeluknyalah Ismail dan dicium pipinya oleh Nabi Ibrahim seraya berkata: 
“Bahagialah aku mempunyai seorang putera yang taat kepada Alloh, bakti kepada orang tua yang dengan ikhlas hati menyerahkan dirinya untuk melaksanakan perintah Alloh”.
Saat penyembelihan yang mengerikan telah tiba. Diikatlah kedua tangan dan kaki Ismail, dibaringkanlah ia di atas lantai, lalu diambillah pedang  tajam yang sudah tersedia dan sambil memegang pedang  di tangannya, kedua mata nabi Ibrahim yang tergenang air berpindah memandang dari wajah puteranya ke pedang  yang mengkilap tajam di tangannya, seakan-akan pada masa itu hati beliau menjadi tempat pertarungan antara perasaan seorang ayah di satu pihak dan kewajiban seorang rasul di satu pihak yang lain. Pada akhirnya dengan memejamkan matanya, pedang diletakkan pada leher  Nabi Ismail dan penyembelihan di lakukan . Akan tetapi apa daya, pedang  yang sudah demikian tajamnya itu ternyata menjadi tumpul dileher Nabi Ismail dan tidak dapat berfungsi sebagaimana mestinya dan sebagaimana diharapkan.
Berkatalah ia kepada ayahnya:
” Wahai ayahku! Rupa-rupanya engkau tidak sampai hati memotong leherku karena melihat wajahku, cobalah telungkupkan aku dan laksanakanlah tugasmu tanpa melihat wajahku. “Akan tetapi pedang itu tetap tidak berdaya mengeluarkan setitik darahpun dari daging Ismail walau ia telah ditelangkupkan dan dicoba memotong lehernya dari belakang.
Dalam keadaan bingung dan sedih hati, kerana gagal dalam usahanya menyembelih puteranya, datanglah kepada Nabi Ibrahim wahyu Alloh dengan firmannya: 
“Wahai Ibrahim! Engkau telah berhasil melaksanakan mimpimu, demikianlah kami akan membalas orang-orang yang berbuat kebajikan”.
Kemudian sebagai tebusan ganti nyawa, Ismail telah diselamatkan itu, Alloh SWT memerintahkan Nabi Ibrahim AS menyembelih seekor kambing   yang telah tersedia di sampingnya dan segera dipotong leher kambing itu oleh beliau dengan pedang yang dipegangnya. Dan inilah asal mula sunnah berqurban yang dilakukan oleh umat Islam pada tiap  Hari Raya Idul Adha.

~ kutipan dari berbagai sumber dongeng kisah sejarah islam ~

Tidak ada komentar:

Posting Komentar