Rabu, 31 Oktober 2012

" Kisah Sejarah Bang Pitung "

Bang Pitung Jagoan asli Jakarta yg dulu disebut dengan nama Batavia/Betawi menjadi bagian dari sejarah ksatria jaman dulu. berdasarkan sejarah orang Belanda menyebutkan bahwa si Pitung adalah penjahat kriminal yang disegani oleh rakyat Batavia, terutama pemerintah Belanda. Namun bagi rakyat jelata, Si Pitung adalah pejuang dan pembela rakyat pribumi yang menyelamatkan mereka dari kelaparan. Maklum pada jaman penjajahan Belanda, rakyat pribumi sedemikian sengsaranya hingga untuk makan yang layak saja susah. Hanya pribumi yang punya hubungan dekat dengan dengan Belanda saja yang bisa hidup layak.
Legenda Si Pitung menjadi warisan budaya Betawi. Kisah Legenda Si Pitung ini kadang-kadang dituturkan menjadi rancak (sejenis balada), sair, atau cerita Lenong. Dalam cerita sejarah dan film bang Pitung di gambarkan sebagai sosok tokoh Betawi yang membumi, muslim yang saleh, dan menjadi contoh suatu keadilan pembela rakyat pribumi.
Bang Pitung lahir di Rawa belong (saat ini tepatnya di Palmerah). Bapaknya bernama babeh Piung dan Enyak nya bernama Mpok Pinah. Bang Pitung belajar mengaji pada Haji Naipin (seorang pedagang kambing).
Bang Pitung merupakan nama julukan/panggilan dari Bahasa Jawa  artinya Pituan Pitulung (Kelompok Tujuh), kemudian dipanggil menjadi Pitung. Nama asli Si Pitung sendiri adalah Salihun (Salihoen).
Pitung memang jahat. Pekerjaannya merampok dan memeras orang-orang kaya. Menurut Legenda Pitung memberikan uang hasil rampokannya pada rakyat pribumi yg miskin dan menyumbangkannya pada mesjid-mesjid didaerah Luar Batang dan Kampung Sawah.
Bang Pitung menjadi sosok Ksatria sebagai Robin Hood versi Betawi dikembangkan oleh Lukman Karmani (Till, 1996).Karmani menulis novel Si Pitung, novel ini dikisahkan bahwa Si Pitung sebagai pahlawan sosial. Menurut Rahmat Ali (1993).
‘Pitung sebagai tokoh kisah Betawi masa lampau memang dikenal sebagai perampok, tetapi hasil rampokan itu digunakan untuk menolong orang-orang yang menderita. Dia adalah Robin Hood Indonesia. Walaupun demikian pihak yang berwenang tidak memberikan toleransi, orang yang bersalah harus tetap diberi hukuman yang setimpal’ (Rahmat Ali 1993:7).
Dibalik kisah Si Pitung ini banyak sekali pro kontra nya, ada cerita yg berkembang dimasyarakat bahwa tokoh Si Pitung adalah cerminan pemberontakan keadalian sosial rakyat pribumi yang dilakukan oleh “Orang Betawi” terhadap Belanda penguasa pada saat itu. kisah Si Pitung begitu terkenal didengar dari generasi ke generasi oleh masyarakat Betawi sebagai tanda pembebasan kemerdekaan hak rakyat pribumi dari belenggu penjajah. Hal ini ditunjukkan dari Rancak Pitung diatas bagaimana Si Pitung begitu ditakuti oleh pemerintah Belanda pada saat itu.
Menurut cerita, Si Pitung dan teman-teman nya (Rais dan Ji'i) menggunakan berbagai cara pintar untuk merampok. Terkadang Si Pitung dan kawanannya mengelabui para tuan tanah dengan cara berpura-pura menjadi kaki tangan Belanda.
Bang Pitung dan teman-temannya (Rais dan Ji'i) menjadi buronan “Kompeni Belanda”. Hal ini tentu saja menarik perhatian komisaris polisi pada jaman Belanda dulu yang bernama Van Heyne (“Schout Van Heyne, atau Van Heijna, Scothena, atau “Tuan Sekotena”). Secara resmi menurut Van Till (1996) nama petugas polisi pada saat ini bernama A.W. Van Hinne yang pernah bertugas di Batavia dari tahun 1888 – 1912. (Menurut catatan kepolisis Belanda. Van Hinne memulai karier sebagai pegawai klerikal Pemerintah Belanda, kemudian menjadi Deputi Kehutanan, dan Polisi di beragam tempat di Indonesia. Van Hinne menderita sakit yang serius, sesudah dikembalikan ke Eropa untuk penyembuhan.
Pada akhir tahun 1880 Van Hinne menjadi seorang Perwira Polisi di Batavia (Stambock van Burgerlijke Ambtenaren in Nederlandsch-Indie en Gouvernements Marine, ARA (Aigemeen Rijksarchief), Den Haag, register T.f. 274). Van Hinne segera memburu Si Pitung dengan membabi buta. Akhirnya dia dapat menangkap Pitung, tetapi kemudian Si Pitung berhasil melarikan diri dari tahanan ka-Demangan Meester Cornelis. Van Till (1996) menyatakan bahwa Si Pitung mampu bebas dengan kekuatan “magis”.
Kemudian Hinne menekan Haji Naipin (Guru Si Pitung) untuk membuka rahasia kesaktian si Pitung berupa “jimat” sehingga Hinne dapat menangkap Si Pitung secara lebih cepat. Versi lainya menyatakan bahwa Pitung dikhianati oleh temannya sendiri (kecuali Dji-ih) walaupun versi ini diiragukan kebenarannya. Tetapi menurut Versi Film Si Pitung Banteng Betawi (1971) dikhianati oleh Somad yang memberi tahukan kelemahan Pitung untuk mengambil “jimatnya”.
Kisah lainnya menyatakan bahwa Pitung telah diambil “Jimat Keris”-nya sehingga kesaktiannya menjadi lemah. Versi lainnya mengatakan bahwa kesaktian Pitung hilang setelah dipotong rambut (seperti sama dengan kisah samson and de'laila), dan juga versi lain mengatakan bahwa kesaktiannya hilang karena sesorang melemparkan telur. Akhirnya Pitung meninggal karena luka tembak Hinne (Berdasarkan versi Film Si Pitung, Pitung mati tertembak karena peluru emas). Sesudah Si Pitung meninggal, makamnya dijaga oleh tentara karena percaya bahwa Si Pitung akan bangkit dari kubur, karena konon menurut masyarakat disekitar makam atau di tempat bersejarah rumah panggung betawi si pitung sampai sekarang pun terkadang si pitung masih tampak aura mistis atau "magis"nya.
 
- Kutipan dari berbagai sumber dongeng rakyat Betawi -












Jumat, 19 Oktober 2012

Kisah Sejarah Islam Hari Raya Idul Adha (Perintah Ber-Qurban)


ASAL MULA TERJADINYA SUMUR ZAM-ZAM DAN IBADAH HAJI YANG DISEBUT SA'I :

 Nabi Ibrahim AS menikah untuk kedua kalinya dengan Siti Hajar, salah seorang Hambasahaya/Budak  yang berakhlak mulia, atas saran dari istrinya Siti Sarah. karena hingga usia tua belum juga dikaruniai seorang anak. Sementara Nabi Ibrahim berharap bisa memiliki keturunan untuk meneruskan dakwahnya. Atas izin Alloh SWT, tidak berapa  lama kemudian Siti Hajar mengandung dan melahirkan seorang putra yang diberi nama Ismail As. Nabi Ibrahim AS sangat senang mendengar berita tersebut. Namun Siti Sarah yang semula menyetujui pernikahan itu, merasa cemburu melihat Siti Hajar dapat memberi suaminya seorang putra. 
“Kenapa bukan aku?” pikirnya.
Setelah kecemburuannya tak tertahankan lagi, ia meminta suaminya untuk mengusir Hajar.
“Suamiku, bawalah Hajar dan anaknya Ismail pergi dari sini, aku tidak tahan melihatnya,” pinta Siti Sarah.
“Tapi, Siti Hajar baru saja melahirkan dan Ismail As masih bayi  tidak kasihankah engkau pada mereka?” tanya Nabi Ibrahim AS.
“Aku tidak dapat menahan kecemburuanku melihat anugerah yang diberikan Alloh SWT pada Siti Hajar, tolonglah bawa mereka pergi jauh-jauh!” Siti Sarah memohon.
Nabi Ibrahim terdiam. Kemudian turunlah wahyu Alloh SWT yang memerintahkannya untuk membawa Siti Hajar dan Ismail ke sebuah gurun pasir yg tidak ada sumber mata air. Maka ia segera menyiapkan perbekalan untuk perjalanan mereka. Esoknya berangkatlah mereka dari Palestina menuju gurun pasir yang tandus.

Berhari-hari mereka mengarungi gurun pasir yang tandus dan terik hingga tibalah mereka di suatu tempat yang sekarang bernama Mekkah. Alloh SWT memerintahkan Nabi Ibrahim untuk meninggalkan Siti Hajar dan Ismail As di gurun pasir  itu.
“Istriku, disinilah aku harus meninggalkan engkau dan Ismail As. Sementara aku harus kembali ke Palestina dan meneruskan dakwahku,” kata Nabi Ibrahim AS.
Mendengar kata-kata suaminya, Hajar menangis karena ketakutan.
“Suamiku tegakah engkau meninggalkan aku dan anakmu yang baru lahir ini di padang tandus tak berpenghuni ini?” tangisnya. “Kemana nantinya aku encari perlindungan?”
“Siti Hajar istriku. Tentu saja berat hatiku meninggalkan kalian berdua di sini. Tapi ini adalah perintah Alloh. Percayalah pada perlindungan-Nya. InsyaAlloh Ia akan selalu menolongmu,” kata Nabi Ibrahim AS.
Siti Hajar segera menyadari tugas suaminya sebagai Nabi, maka dengan ikhlas ia merelakan suaminya untuk kembali ke Palestina.
Nabi Ibrahim AS segera memanjatkan doa, memohon perlindungan Alloh SWT untuk anak dan istrinya, “Ya Alloh lindungilah anak dan istriku dan muliakanlah tanah ini di kemudian hari.”
Kemudian dengan perasaan berat ia berpamitan kepada Siti Hajar dan mencium kening Ismail As.

Sepeninggal Nabi Ibrahim, Siti Hajar terduduk di tengah gurun. Matahari seolah ingin membakar semua makhluk yang ada di bawahnya. Setan yang senang menggoda manusia, membisikkan pikiran-pikiran jahat di hati  Siti Hajar.
“Hai Siti Hajar. Percayakah engkau dengan yang diucapkan suamimu? Alloh SWT tidak mungkin memberikan perintah yang kejam. Itu pastilah akal-akalan suamimu untuk mengusir kalian,” bisiknya.
“Demi Alloh SWT, aku percaya dengan kemuliaan suamiku. Pergilah dari pikiranku!” Siti Hajar berbicara dalam batinnya.
Untuk menentramkan hati, Siti Hajar memanjatkan doa kepada Alloh SWT, “Ya Alloh yang Maha Agung lindungilah hambaMu. Dan berilah hamba ketabahan serta kesabaran yang tinggi.”

Sebentar saja perbekalan mereka habis. Tak ada air yang tersisa. Ismail mulai menangis karena kelaparan dan kehausan. Siti Hajar mencoba menyusuinya, namun tak setetes pun ASInya yang keluar. Ia mulai panik. Ia mencoba memeras kerudungnya, berharap ada keringatnya yang bisa diminum Ismail, tapi keringatnya pun kering. Ia meletakkan putranya di tanah.
Siti Hajar berkata : “Anakku, tunggulah di sini. Ibu akan mencoba mencari air. Mudah-mudahan di bukit itu ada mata airnya,” 

Lalu ia berlari-lari kecil mendaki bukit Shofa hingga ke puncaknya. Alangkah kecewanya ia, karena tidak setetes air pun yang ditemukannya. Dari puncak bukit Shofa ia melihat bahwa di bukit satunya (bukit Marwah) sepertinya ada mata air. Maka ia kembali berlari menuruni bukit Shofa dan mendaki bukit Marwah. Namun ternyata yang dilihatnya hanyalah fatamorgana. Tak ada air di sana. Bukit itu sama tandusnya. Tiba-tiba ia melihat bahwa di bukit Shofa ada mata air.
Segera ia kembali menuju bukit Shofa dan menemukan bukit itu tandus. Ia terus berlari bolak-balik antara Shofadan Marwah hingga tujuh kali. Inilah nantinya yang dalam ibadah haji disebut Sa’i.

siti Hajar sangat kelelahan dan hampir putus asa. Tiba-tiba ia melihat Ismail yang masih menangis, menghentak-hentakkan kakinya ke tanah. Dari hasil hentakkannya itu keluarlah air yang memancar. Siti Hajar segera berlari mendekati anaknya. Air iu memancar deras dan menyebar kemana-mana.
“Zam zam!” kata siti Hajar yang artinya ‘berkumpullah’.
Air itu kemudian berkumpul dan membentuk sebuah genangan yang luas. Dengan gembira Siti Hajar memberi minum putranya hingga kenyang, lalu ia pun minum untuk menghilangkan dahaganya.



ASAL MULA PERINTAH BER-QURBAN :
Sewaktu Nabi Ismail AS mencapai usia remajanya Nabi Ibrahim AS mendapat mimpi bahwa ia harus menyembelih Ismail puteranya. Dan mimpi seorang nabi adalah salah satu dari cara-cara turunnya wahyu Alloh SWT, maka perintah yang diterimanya dalam mimpi itu harus dilaksanakan oleh Nabi Ibrahim. Ia duduk sejurus termenung memikirkan ujian yang maha berat yang ia hadapi. Sebagai seorang ayah yang dikurniai seorang putera yang sejak puluhan tahun diharap-harapkan dan didambakan, seorang putera yang telah mencapai usia di mana jasa-jasanya sudah dapat dimanfaatkan oleh si ayah, seorang putera yang diharapkan menjadi pewarisnya dan penyampung kelangsungan keturunannya, tiba-tiba harus dijadikan qurban dan harus direnggut nyawa oleh tangan si ayah sendiri.
Namun ia sebagai seorang Nabi, pesuruh Alloh dan pembawa  agama yang seharusnya menjadi contoh dan teladan bagi para pengikutnya dalam bertaat kepada Alloh, menjalankan segala perintah-Nya dan menempatkan cintanya kepada Alloh di atas cintanya kepada anak, isteri, harta benda dan lain-lain. Ia harus melaksanakan perintah Alloh yang diwahyukan melalui mimpinya, apa pun yang akan terjadi sebagai akibat pelaksanaan perintah itu.
Sungguh amat berat ujian yang dihadapi oleh Nabi Ibrahim, namun sesuai dengan firman Alloh yang bermaksud: “Alloh lebih mengetahui di mana dan kepada siapa Dia mengamanatkan risalahnya”. Nabi Ibrahim tidak membuang masa lagi, berazam (niat) tetap akan menyembelih Nabi Ismail puteranya sebagai qurban sesuai dengan perintah Alloh yang telah diterimanya. Dan berangkatlah serta merta Nabi Ibrahim menuju ke Makkah untuk menemui dan menyampaikan kepada puteranya apa yang Alloh perintahkan.
Nabi Ismail sebagai anak yang soleh yang sangat taat kepada Alloh dan bakti kepada orang tuanya, ketika diberitahu oleh ayahnya maksud kedatangannya kali ini tanpa ragu-ragu dan berfikir panjang berkata kepada ayahnya:

“Wahai ayahku! Laksanakanlah apa yang telah diperintahkan oleh Alloh SWT kepadamu. Engkau akan menemuiku insyaAlloh sebagai seorang yang sabar dan patuh kepada perintah. Aku hanya meminta dalam melaksanakan perintah Alloh itu, agar ayah mengikatku kuat-kuat supaya aku tidak banyak bergerak sehingga menyusahkan ayah, kedua agar menanggalkan pakaianku supaya tidak terkena darah yang akan menyebabkan berkurangnya pahalaku dan terharunya ibuku bila melihatnya, ketiga tajamkanlah pedangmu dan percepatkanlah perlaksanaan penyembelihan agar meringankan penderitaan dan rasa pedihku, keempat dan yang terakhir sampaikanlah salamku kepada ibuku berikanlah kepadanya pakaian ku ini untuk menjadi penghiburnya dalam kesedihan dan tanda mata serta kenang-kenangan baginya dari putera tunggalnya.”

Kemudian dipeluknyalah Ismail dan dicium pipinya oleh Nabi Ibrahim seraya berkata: 
“Bahagialah aku mempunyai seorang putera yang taat kepada Alloh, bakti kepada orang tua yang dengan ikhlas hati menyerahkan dirinya untuk melaksanakan perintah Alloh”.
Saat penyembelihan yang mengerikan telah tiba. Diikatlah kedua tangan dan kaki Ismail, dibaringkanlah ia di atas lantai, lalu diambillah pedang  tajam yang sudah tersedia dan sambil memegang pedang  di tangannya, kedua mata nabi Ibrahim yang tergenang air berpindah memandang dari wajah puteranya ke pedang  yang mengkilap tajam di tangannya, seakan-akan pada masa itu hati beliau menjadi tempat pertarungan antara perasaan seorang ayah di satu pihak dan kewajiban seorang rasul di satu pihak yang lain. Pada akhirnya dengan memejamkan matanya, pedang diletakkan pada leher  Nabi Ismail dan penyembelihan di lakukan . Akan tetapi apa daya, pedang  yang sudah demikian tajamnya itu ternyata menjadi tumpul dileher Nabi Ismail dan tidak dapat berfungsi sebagaimana mestinya dan sebagaimana diharapkan.
Berkatalah ia kepada ayahnya:
” Wahai ayahku! Rupa-rupanya engkau tidak sampai hati memotong leherku karena melihat wajahku, cobalah telungkupkan aku dan laksanakanlah tugasmu tanpa melihat wajahku. “Akan tetapi pedang itu tetap tidak berdaya mengeluarkan setitik darahpun dari daging Ismail walau ia telah ditelangkupkan dan dicoba memotong lehernya dari belakang.
Dalam keadaan bingung dan sedih hati, kerana gagal dalam usahanya menyembelih puteranya, datanglah kepada Nabi Ibrahim wahyu Alloh dengan firmannya: 
“Wahai Ibrahim! Engkau telah berhasil melaksanakan mimpimu, demikianlah kami akan membalas orang-orang yang berbuat kebajikan”.
Kemudian sebagai tebusan ganti nyawa, Ismail telah diselamatkan itu, Alloh SWT memerintahkan Nabi Ibrahim AS menyembelih seekor kambing   yang telah tersedia di sampingnya dan segera dipotong leher kambing itu oleh beliau dengan pedang yang dipegangnya. Dan inilah asal mula sunnah berqurban yang dilakukan oleh umat Islam pada tiap  Hari Raya Idul Adha.

~ kutipan dari berbagai sumber dongeng kisah sejarah islam ~

Kamis, 18 Oktober 2012

Kisah Cinta NABI MUHAMMAD SAW dengan SITI AISYAH dan KHADIJJAH AL-QUBRA

Gimana sih Kisah Cinta Nabi Muhammad dan Siti Aisyah juga Khadijjah Al Qubra.Teman-temanku apa cinta  sejati itu? Apakah seperti cerita cinta yang sahabat pernah mendengar atau mengetahui kisah cinta Qais dan Laila atau kisah cinta Romeo dan Juliet ataukah Laila dan Majnun.?
Lalu, cinta seperti apakah yang dikatakan sebagai cinta sejati. Cinta sejati antara dua insan adalah cinta yang terus abadi dalam setelah pernikahan yang berlandaskan atas kecintaan mereka kepada Sang Pemilik Cinta yaitu Allah 'Azza Wa Jalla. Walaupun salah satu meninggal, namun cinta sejati ini terus saja abadi. Kisah cinta siapakah yang begitu indah ini ?

Kisah
cinta yang paling indah ini siapa lagi yang memilikinya kalau bukan kisah cinta Junjungan kita, Muhammad Saw kepada Khadijah ra.

Sungguh sebuah cinta yang mengaggumkan, cinta yang tetap abadi walaupun Khadijah telah meninggal. Setahun setelah Khadijah meninggal, ada seorang wanita shahabiyah yang menemui Rasulullah Saw. Wanita ini bertanya, "Ya Rasulullah, mengapa engkau tidak menikah ? Engkau memiliki 9 keluarga dan harus menjalankan seruan besar."


Sambil menangis Rasulullah Saw menjawab, "Masih adakah orang lain setelah Khadijah?"


Kalau saja Allah tidak memerintahkan Muhammad Saw untuk
menikah, maka pastilah Beliau tidak akan menikah untuk selama-lamanya. Nabi Muhammad Saw menikah dengan Khadijah layaknya para lelaki. Sedangkan pernikahan-pernikahan setelah itu hanya karena tuntutan risalah Nabi Saw, Beliau tidak pernah dapat melupakan istri Beliau ini walaupun setelah 14 tahun Khadijah meninggal.

Pada masa penaklukan kota Makkah, orang-orang berkumpul di sekeliling Beliau, sementara orang-orang Quraisy mendatangi Beliau dengan harapan Beliau mau memaafkan mereka, tiba-tiba Beliau melihat seorang wanita tua yang datang dari jauh. Beliau langsung meninggalkan kerumunan orang ini. Berdiri dan bercakap-cakap dengan wanita itu. Beliau kemudian melepaskan jubah Beliau dan menghamparkannya ke tanah. Beliau duduk dengan wanita tua itu.


Aisyah bertanya, "Siapa
wanita yang diberi kesempatan, waktu, berbicara, dan mendapat perhatian penuh Nabi Saw ini?"

Nabi menjawab, "Wanita ini adalah teman Khadijah."


"Kalian sedang membicarakan apa, ya Rasulullah?" tanya Aisyah


"Kami baru saja membicarakan hari-hari bersama Khadijah."


Mendengar jawaban Beliau ini, Aisyah pun merasa cemburu. "Apakah engkau masih mengingat wanita tua ini (
Khadijah), padahal ia telah tertimbun tanah dan Allah telah memberikan ganti untukmu yang lebih baik darinya?"

"Demi Allah, Allah tidak pernah menggantikan wanita yang lebih baik darinya. Ia mau menolongku di saat orang-orang mengusirku. Ia mau mempercayaiku di saat orang-orang mendustakanku."


Aisyah merasa bahwa Rasulullah Saw marah. "Maafkan aku, ya Rasulullah."


"Mintalah maaf kepada Khadijah, baru aku akan memaafkanmu." (Hadits ini diriwayatkan Bukhari dari
Aisyah)

Inilah kisah cinta yang sangat bagus, dan patut di contoh.

Dan jangan meniru cinta romeo dan juliet yang sesat.